
Pandangan masyarakat yang menganggap UGM sebagai kampus “elit” karena terkenal mahal. Kondisi ini mengakibatkan para orang tua memilih kampus lain dengan kualitas lebih rendah dengan anggapan biaya kuliah yang jauh lebih murah. Padahal, putra-putri mereka “mampu” untuk diterima di kampus ini dan sebenarnya merekapun mampu membiayai anak-anak mereka untuk kuliah di UGM
Orang tua mana yang tidak menginginkan pendidikan terbaik untuk putra-putrinya? Saya pikir semua orang tua ingin putra-putri mereka mendapatkan pendidikan dengan kualitas terbaik. Namun, masalah biaya pendidikan yang mahal membuat orang tua berfikir untuk menyekolahkan putra-putri mereka di kampus ini. Mereka lebih memilih kampus dengan kualitas lebih rendah dan biaya yang jauh lebih murah. Yang penting mereka melanjutkan kuliah dengan biaya terjangkau. Masalah kualitas nomer sekian.
Program UM UGM merupakan salah satu jalur masuk kuliah S1 di UGM dengan biaya “murah” dibanding jalur masuk lainnya dan dengan prosentase lebih dari 90% mahasiswa UGM diterima di jalur ini. Sedangkan jalur masuk seperti penelusuran bibit unggul merupakan jalur masuk dengan biaya “mahal”.
Untuk lebih jelasnya, teman saya masuk tahun 2005 dengan biaya masuk sekitar Rp 7.890.000,- Rincian biayanya Rp 5.000.000,- untuk sumbangan yang dibayar sekali pada saat masuk (ada banyak pilihan biaya sumbangan, Rp 0 atau lebih, tergantung kemampuan dan prodi yang dipilih), sedangkan sisanya biaya kuliah semester satu sekitar Rp 2.540.000,- yang terdiri dari SPP sebesar Rp 540.000,- dan biaya SKS Rp 1.350.000,- Biaya 1 SKS Rp 75.000,- pada saat itu angkatan saya membayar 18 SKS meski mengambil 24 SKS (maksimal SKS yang dapat diambil oleh mahasiswa dalam 1 semester). Biaya 1 SKS untuk ilmu eksak Rp 75.000,- sedangkan untuk ilmu sosial Rp 60.000,- sampai tahun 2011 tetap sama.
Ketika teman saya diterima di Universitas Negeri di Yogyakarta selain UGM, biaya yang dikeluarkannya Rp 13.000.000,- (saya kurang tahu tentang rinciannya dan jalur masuknya). Dia masuk di Jurusan Biologi S1, sedangkan teman saya yang sama-sama diterima di UGM melalui jalur UM di Jurusan Biologi mengeluarkan biaya sama seperti teman saya, sebanyak Rp 7.890.000,- Tahun masuk yang sama dan Jurusan yang sama, namun biaya berbeda dan kualitas berbeda meski sama-sama di Universitas Negeri. Untuk biaya tiap semester yang harus dikeluarkan sebesar Rp 2.540.000,- (SPP Rp 540.000,- dan 18 SKS Rp 1.350.000,-).
Jika orang tua memang benar-benar ingin menyekolahkan putra-putrinya di kampus dengan kualitas baik, biaya sebesar ini tidak masalah. Meskipun kenyataannya orang tua saya harus membanting tulang dan berhutang kesana-kemari.
Dengan kuliah di sini kesempatan mendapatkan beasiswa terbuka lebar. Banyak beasiswa “bertaburan” dengan persaingan yang “mudah”. Beberapa teman saya mendapat beasiswa kuliah “gratis” hingga lulus, biaya kos, hingga biaya untuk membeli buku. Sehingga orang tuanya hanya mengirimnya uang makan saja. Beasiswa seperti ini sangat membantu orang tua untuk membiayai kuliah kami. Total beasiswa yang saya dapatkan sekitar Rp 9.000.000,- selama 3 tahun (saya kuliah selama 4 tahun 7 bulan sedangkan saya mulai mendaftar beasiswa saat semester 3). Mungkin jika saya mendaftar saat semester 1, total beasiswa yang saya dapatkan Rp 12.000,000,-.
Selain beasiswa, banyak proyek dosen yang melibatkan mahasiswa (selain mendapatkan pengalaman kami juga digaji). Proyek tersebut berasal dari pemerintah maupun perusahaan swasta yang bekerjasama dengan dosen. Alhamdulillah saya dan beberapa teman-teman jurusan saya tidak mengeluarkan biaya untuk penelitian karena penelitian kami merupakan proyek dosen. Saya kuliah di Fakultas Pertanian (eksak) dan harus melakukan analisis kimia di Laboratorium. Biaya penelitian untuk penelitian rata-rata Rp 5.000.000,- sangat mahal menurut saya dan sangat memberatkan orang tua. Belum biaya tinta dan kertas yang harus dikeluarkan (saya menghabiskan lebih dari 1000 lembar kertas untuk skripsi). Biaya sebesar itu digunakan untuk membeli larutan kimia untuk analisis, bahkan saya harus memakai puluhan kertas saring seharga Rp 4500,- per lembar. Padahal mi ayam di dekat Laboraturium harganya Rp 4.000,-
Pendidikan itu bukankah seperti “tabungan” jangka panjang?
Semoga bermanfaat,,,
Majunya pendidikan di Indonesia tidak lepas dari kualitas pendidikan itu sendiri.
Untuk lebih jelasnya, teman saya masuk tahun 2005 dengan biaya masuk sekitar Rp 7.890.000,- Rincian biayanya Rp 5.000.000,- untuk sumbangan yang dibayar sekali pada saat masuk (ada banyak pilihan biaya sumbangan, Rp 0 atau lebih, tergantung kemampuan dan prodi yang dipilih), sedangkan sisanya biaya kuliah semester satu sekitar Rp 2.540.000,- yang terdiri dari SPP sebesar Rp 540.000,- dan biaya SKS Rp 1.350.000,- Biaya 1 SKS Rp 75.000,- pada saat itu angkatan saya membayar 18 SKS meski mengambil 24 SKS (maksimal SKS yang dapat diambil oleh mahasiswa dalam 1 semester). Biaya 1 SKS untuk ilmu eksak Rp 75.000,- sedangkan untuk ilmu sosial Rp 60.000,- sampai tahun 2011 tetap sama.
Ketika teman saya diterima di Universitas Negeri di Yogyakarta selain UGM, biaya yang dikeluarkannya Rp 13.000.000,- (saya kurang tahu tentang rinciannya dan jalur masuknya). Dia masuk di Jurusan Biologi S1, sedangkan teman saya yang sama-sama diterima di UGM melalui jalur UM di Jurusan Biologi mengeluarkan biaya sama seperti teman saya, sebanyak Rp 7.890.000,- Tahun masuk yang sama dan Jurusan yang sama, namun biaya berbeda dan kualitas berbeda meski sama-sama di Universitas Negeri. Untuk biaya tiap semester yang harus dikeluarkan sebesar Rp 2.540.000,- (SPP Rp 540.000,- dan 18 SKS Rp 1.350.000,-).
Jika orang tua memang benar-benar ingin menyekolahkan putra-putrinya di kampus dengan kualitas baik, biaya sebesar ini tidak masalah. Meskipun kenyataannya orang tua saya harus membanting tulang dan berhutang kesana-kemari.
Dengan kuliah di sini kesempatan mendapatkan beasiswa terbuka lebar. Banyak beasiswa “bertaburan” dengan persaingan yang “mudah”. Beberapa teman saya mendapat beasiswa kuliah “gratis” hingga lulus, biaya kos, hingga biaya untuk membeli buku. Sehingga orang tuanya hanya mengirimnya uang makan saja. Beasiswa seperti ini sangat membantu orang tua untuk membiayai kuliah kami. Total beasiswa yang saya dapatkan sekitar Rp 9.000.000,- selama 3 tahun (saya kuliah selama 4 tahun 7 bulan sedangkan saya mulai mendaftar beasiswa saat semester 3). Mungkin jika saya mendaftar saat semester 1, total beasiswa yang saya dapatkan Rp 12.000,000,-.
Selain beasiswa, banyak proyek dosen yang melibatkan mahasiswa (selain mendapatkan pengalaman kami juga digaji). Proyek tersebut berasal dari pemerintah maupun perusahaan swasta yang bekerjasama dengan dosen. Alhamdulillah saya dan beberapa teman-teman jurusan saya tidak mengeluarkan biaya untuk penelitian karena penelitian kami merupakan proyek dosen. Saya kuliah di Fakultas Pertanian (eksak) dan harus melakukan analisis kimia di Laboratorium. Biaya penelitian untuk penelitian rata-rata Rp 5.000.000,- sangat mahal menurut saya dan sangat memberatkan orang tua. Belum biaya tinta dan kertas yang harus dikeluarkan (saya menghabiskan lebih dari 1000 lembar kertas untuk skripsi). Biaya sebesar itu digunakan untuk membeli larutan kimia untuk analisis, bahkan saya harus memakai puluhan kertas saring seharga Rp 4500,- per lembar. Padahal mi ayam di dekat Laboraturium harganya Rp 4.000,-
Pendidikan itu bukankah seperti “tabungan” jangka panjang?
Semoga bermanfaat,,,
Majunya pendidikan di Indonesia tidak lepas dari kualitas pendidikan itu sendiri.
2 komentar:
sangat menginspirasi , doain ane ya gan ketrima di ilkom ugm
siip
Posting Komentar